Sejarah Pura Kedaton
Pura Kedaton ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan “ Pura Alas Kedaton “ dan pemberian nama ini mungkin disebabkan karena Pura ini kini kenyataannya memang berada di tengah – tengah sebuah semak –semak. Pura atau Kayangan ini berlokasi dan terletak ini berlokasi dan terletak diwilayah Desa Kukuh, Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan dan Pura atau Kayangan ini bersetatus sebagai salah satu penyungsungan jagat. Pura Kedaton ini dibangun oleh Mpu Kuturan atau Mpu Rajakretha pada jaman pemerintahan Raja Cri Masula Masuli, sedang Raja Cri Masula Masuli menurut bunyi prasasti Desa Sading, Kecamatan Mengwi ,Kabupaten Badung disebutkan mulai bertahta pada tahun isaka 1100 ( tahun 1178 M ).
Prasasti tersebut memakai tahun isaka 1172 ( tahun 1250 M). Yang menyebutkan pula bahwa Raja Cri Masula Masuli ini berkuasa di Bali selama 77 tahun, yang berarti pemerintahannya berakhir pada tahun isaka 1177 atau 1255 M.
Mengenai asal mula dibangun Pura Kedaton ini beserta pura-pura lainnya, di dalam lontar usana bali antara lain disebutkan sebagai berikut: “Sira Mpu Kuturan ingaranan sira mpu Rajakretha, mahyun ta angawe Parhyangan kabeh, sane kagawa wite sakeng majapahit, kaunggahang ring bali kabeh, Bhatara ring Besakih, Bhatara ring Batumadeg, Bhatara ring Batumanyemeng, Bhatara ring Pintuaji, Bhatara ring Kadaton, Bhatara ring Tengah Mel, Bhatara ring Tulukbiyu, Bhatara ring Tampurhyang, Bhatara ring Batukaru, Bhatara ring Bantiran, Bhatara ring Pujungan, Bhatara ring Hulu Watu, Bhatara ring Manisan, Bhatara ring Cakenan, Bhatara ring Margalaya, Bhatara ring Limangsanak, Bhatara ring Delod Peken, Bhatara ring Panghulun Gelgel. Mangkana pasembahan sang Ratu Bali kagawa olih Mpu Rajakretha, apa madegan Cri Dalem Masula Masuli, duk amutering sira ring Pejeng”… dan seterusnya.
Arti bebasnya kira-kira demikian : Mpu Kuturan disebut juga Mpu Rajakretha, berkenaan beliau membangun Pura atau Kayangan semua, yang asal dibawa dari Majapahit ( Jawa Timur ), diterapkan di Bali seluruhnya, yaitu : Bhatara di Besakih, “Bhatara di Batumadeg, Bhatara di Batumanyeneng, Bhatara di Pintuaji, Bhatara di Kedaton, Bhatara di Tengah Mel, Bhatara di Tulukbiyu, Bhatara di Tampurhyang, Bhatara di Batukaru, Bhatara di Bantiran, Bhatara di Pujungan , Bhatara di Hulu Watu, Bhatara di Manisan, Bhatara di Cakenan, Bhatara di Margalaya, Bhatara di Limangsanak, Bhatara di Delodpeken, Bhatara di Panhulun Gelgel. Demikian persembahan Raja Bali dibawa oleh Mpu Rajakretha, tatkala bertahtanya Raja Cri Masula Masuli yang berkedudukan di Pejeng” .. dan seterusnya.
Sedang mengenai bertahtanya Raja Cri Masula Masuli di Bali, di dalam Bhuwana Tatwa Maharsi Markandya antara lain disebutkan demikian : Yan pira lawas ira Dalem Bhatara Guru anyeneng Ratu ring Bali, moga awija sira karwa kembar buncing. Ikang laki-laki ngaran sang Dhana Dhira jaketana, mwang kang stri ngaran sang Dhana Dewiketu. Ri wus moksa sira Bhatara Guru Adhikunti ketana, ikang puspa sariran ira dinarmeng i Candi Manik mandaleng Hyang Putih i Srokadan. Apan wus tutug dewasan ira sang putra buncing ika, tumuli ta sang karwa ika winiwah akna, ngaran binuncing aken, saha ingadeg aken Ratu nyakrawarti ring Bali inabhiseka sira Bhatara Paramecwara Cri Wirama nama Ciwaya, Cri Dhana Dhiraja lancana, kalih Raja Wanitan ira Paduka Bhatari Cri Dhana Dewiketu. Mwah sang rwa iki inucap aken Mahecwara Mahecwari ngaran, Mahasora Mahasori ngaran, mwah inucap aken de wang Nusantara Mahasula Mahasuli ngaran mwah Masula Masuli. Ika linumrah aken ring Bali mwang Nusantara, hanane Ratu Masula Masuli, kateka tekeng mangke … dan seterusnya.
Artinya lebih kurang demikian: “Entah berapa lama Dalem Bhatara Guru bertahta sebagai Raja di Bali,lalu berputera beliau 2 orang kembar buncing.Yang laki-laki bernama sang Dhana Dhiraja ketana,dan yang perempuan bernama sang Dhana Dewiketu.Sesudah wafat Bhatara Guru Adhikunti ketana,jasad beliau dicandikan di Candi Manik di daerah Hyang Putih di Srokadan”.
Oleh karena sudah cukup dewasa putera yang buncing itu, lalu mereka berdua itu dikawinkan disebut dibuncingkan, serta dinobatkan sebagai Raja berkuasa di Bali dengan nama Bhiseka (penobatan) beliau Bhatara Pramecwara Cri Wirama nama Ciwaya, Cri Dhana Dhiraja lancana, dan Raja wanitanya Paduka Bhatari Cri Dhana Dewiketu. Dan keduanya ini disebutkan Mahecwara Mahecwari namanya, Mahesora Mahesori disebut,dan juga disebutkan oleh orang Nusantara mahasula Mahasuli namanya dan Masula Masuli. itu dibisaakan di Bali dan Nusantara, tentang adanya Raja Masula Masuli,sampai sekarang dan seterusnya.
Pura Kedaton ini menghadap ke Barat,dimana terdapat 4 buah”pamedal”(pintu) sebagai tempat masuk dan keluar dan merupakan hal yang istimewa,karena pada Pura atau Kahyangan lainnya tidak lazim dijumpai, yaitu: Dari arah Barat terdapat sebuah pemedal(pintu)dalam bentuk Candi Bentar sebagai tempat masuk dan keluar ke dan dari Jaba Tengah. Dari arah samping Utara terdapat sebuah pemedal (pintu) sebagai tempat masuk dan keluar ke dan dari Jaba Tengah. Dari arah samping Selatan terdapat sebuah pemedal (pintu) sebagai tempat masuk dan keluar ke dan dari Jaba Tengah. Dari arah belakang yaitu Timur terdapat sebuah pemedal (pintu) sebagai tempat masuk dan keluar ke dan dari Jaba Tengah.
Halaman Pura atau Kahyangan ini memiliki keunikan yaitu halaman Jeroan letaknya lebih rendah dari halaman jaba tengah, dan di dalam Pura atau Kahyangan ini disamping terdapat pelinggih-pelinggih ( Bangunan Suci ) sebagaimana halnya Pura – pura atau Kahyangan lainnya, juga terdapat “ Lingga “ dan “ Arca “ serta 2 (dua) buah diantaranya ialah :
Halaman Pura atau Kahyangan ini memiliki keunikan yaitu halaman Jeroan letaknya lebih rendah dari halaman jaba tengah, dan di dalam Pura atau Kahyangan ini disamping terdapat pelinggih-pelinggih ( Bangunan Suci ) sebagaimana halnya Pura – pura atau Kahyangan lainnya, juga terdapat “ Lingga “ dan “ Arca “ serta 2 (dua) buah diantaranya ialah :
· Arca ( patung ) “ Durgha Mahisacura Mardhani “ bertangan 8 ( delapan ) buah yang pada tangan kanannya dari atas ke bawah masing – masing memegang :
o “ Camara “ ( penghalau lalat )
o “ Sara “ ( panah )
o “ Pisau besar “ dan memegang ekor lembu.
Sedang empat buah tangan kirinya dari atas ke bawah masing-masing memegang:
o “ Kadga “
o “ Busur Panah “
o “ Trisula “
o “ Gadha “
Arca ( patung ) ini berdiri di atas seekor lembu, memakai penutup dada dan lancingan ( kancut ) yaitu ujung kain yang cukup panjang.
· Arca ( patung ) Ghanesya duduk di atas kembang “ Tunjung “ ( teratai ) dan 2 ekor naga ( Ular ), dimana tangan kanannya memegang : ” tasbih “ serta tangan kirinya memegang “ Kapak dan belalai “, dengan “ Ekadanta “ ( taringnya hanya satu ).
Info sewa mobil klik ,, Disini
Untuk informasi mengenai bali, objek wisata bali, sewa mobil dan lainnya bisa kontak di
Email ; gdsuastika.gs@gmail.com // gedekomangtourbali@gmail.com
Whatsaap/line ; +6287762268648
Xl ; +6287762268648
Simpati ; +6282144017865